Dalam bidang
TIK(Teknologi Informasi dan Komunikasi) para peserta diklat diharapkan
mengetahui etika dalam melakukan setiap pekerjaan. Etika profesi berhubungan
dengan memahami dan menghormati budaya kerja yang ada, memahami profesi dan
jabatan, memahami peraturan perusahaan, dan memahami hukum.
Salah satu etika
profesi yang juga harus mereka pahami adalah kode etik dalam bidang TIK dimana
mereka harus mampu memilah sebuah program ataupun software yang akan mereka
pergunakan apakah legal atau illegal, karena program atau sistem operasi apapun
yang akan mereka gunakan, selalu ada aturan penggunaan atau license agreement.
Dalam
pemahaman bidang hukum mereka harus mengetahui undang –undang yang membahas
tentang HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual) dan pasal-pasal yang membahas hal
tersebut.
Hukum Hak Cipta melindungi karya
intelektual dan seni dalam bentuk ekspresi. Ekspresi yang dimaksud seperti
dalam bentuk tulisan seperti lirik lagu, puisi, artikel atau buku, dalam bentuk
gambar seperti foto, gambar arsitektur, peta, serta dalam bentuk suara dan
video seperti rekaman lagu, pidato, video pertunjukan, video koreografi dll,
Definisi lain yang terkait adalah Hak
Paten, yaitu hak eksklusif atas ekspresi di dalam Hak Cipta di atas dalam
kaitannya dengan perdagangan. Hak Cipta diberikan seumur hidup kepada pencipta
ditambah 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia, sedangkan paten berlaku 20
tahun. Hak Cipta direpresentasikan dalam
tulisan dengan simbol © (copyright) sedangkan Hak Paten disimbolkan dengan ™
(trademark). Hak Paten yang masih dalam
proses pendaftaran disimbolkan ® (registered).
Hukum
Hak Cipta bertujuan melindungi hak pembuat dalam mendistribusikan, menjual atau
membuat turunan dari karya tersebut. Perlindungan yang didapatkan oleh pembuat
(author) adalah perlindungan terhadap penjiplakan (plagiat) oleh orang lain.
Hak Cipta sering diasosiasikan sebagai jual-beli lisensi, namun distribusi Hak
Cipta tersebut tidak hanya dalam konteks jual-beli, sebab bisa saja sang
pembuat karya membuat pernyataan bahwa hasil karyanya bebas dipakai dan
didistribusikan (tanpa jual-beli), seperti yang kita kenal dalam dunia Open
Source, originalitas karya tetap dimiliki oleh pembuat, namun distribusi dan
redistribusi mengacu pada aturan Open Source.
Hak Cipta tidak
melindungi peniruan ide, konsep atau sumber-sumber referensi penciptaan karya.
Sebagai Contoh Apple sempat menuntut penjiplakan tema Aqua kepada komunitas
Open Source, namun yang terjadi adalah bukan penjiplakan, tapi peniruan. Hak
Cipta yang dimiliki Apple adalah barisan kode Aqua beserta logo dan
gambar-gambarnya, sedangkan komunitas Open Source meniru wujud akhir tema Aqua
dalam kode yang berbeda, dan tentunya membuat baru gambar dan warna
pendukungnya. Meniru bukanlah karya turunan.
Dalam
perangkat lunak selain karya asli yang dilindungi juga karya turunan (derivasi)
tetap dilindungi. Misal Priyadi yang membuat kode plugin
PHP exec di WordPress harus mengikuti aturan
redistribusi yang berlaku pada WordPress, dan WordPress mengikuti aturan PHP dan PHP mempunyai lisensi
Open Source. Dengan kata lain Priyadi harus tunduk terhadap aturan Open Source
dalam meredistribusikan kodenya, karena karya tersebut bersifat turunan.
Istilah
``freeware'' tidak terdefinisi dengan jelas, tapi biasanya digunakan
untuk paket-paket yang mengizinkan redistribusi tetapi bukan pemodifikasian
(dan kode programnya tidak tersedia). Paket-paket ini bukan perangkat lunak
bebas, jadi jangan menggunakan istilah ``freeware'' untuk merujuk ke
perangkat lunak bebas.
Shareware ialah perangkat lunak yang
mengizinkan orang orang untuk meredistribusikan salinannya, tetapi mereka yang
terus menggunakannya diminta untuk membayar biaya lisensi. Shareware bukan
perangkat lunak bebas atau pun semi-bebas. Ada dua alasan untuk hal ini, yakni:
Sebagian besar shareware, kode programnya tidak tersedia; jadi anda tidak dapat
memodifikasi program tersebut sama sekali. Shareware tidak mengizinkan
seseorang untuk membuat salinan dan memasangnya tanpa membayar biaya lisensi,
tidak juga untuk orang-orang yang terlibat dalam kegiatan nirlaba. Dalam
prakteknya, orang-orang sering tidak mempedulikan perjanjian distribusi dan
tetap melakukan hal tersebut, tapi sebenarnya perjanjian tidak mengizinkannya.
Open source bila
diterjemahkan secara langsung, open source berarti “(kode) sumber
yang terbuka”. Sumber yang dimaksud disini adalah source code (kode
sumber) dari sebuah software (perangkat lunak), baik itu berupa
kode-kode bahasa pemrograman maupun dokumentasi dari software tersebut.
Open source adalah suatu budaya. Hal ini bermaksud untuk menegaskan
bahwa open source ini berlatar dari gerakan nurani para pembuat software
yang berpendapat bahwa source code itu selayaknya dibuka terhadap
publik. Tetapi pada prakteknya open source itu bukan hanya berarti memberikan
akses pada pihak luar terhadap source code sebuah software secara
cuma-cuma, melainkan lebih dari itu. Ada banyak hal yang perlu dipenuhi agar
sebuah software dapat disebut didistribusikan secara open source atau
dengan kata lain bersifat open source.
Sebuah organisasi
yang bernama Open Source Organization, mendefinisikan pendistribusian software
yang bersifat open source dalam The Open Source Definition.
The Open Source Definition ini bukanlah sebuah lisensi, melainkan suatu set
kondisi-kondisi yang harus dipenuhi, agar sebuah lisensi dapat disebut bersifat
open source.
Ada pun
definisinya sebagai berikut :
1.
Pendistribusian ulang secara cuma-cuma. Sebagai
contoh adalah Linux yang dapat diperoleh secara cuma-cuma.
2.
Source code dari software
tersebut harus disertakan atau diletakkan di tempat yang dapat diakses dengan
biaya yang rasional. Dan tentu saja tidak diperkenankan untuk menyebarkan source
code yang menyesatkan.
3.
Software hasil modifikasi atau yang diturunkan
dari software berlisensi source code, harus diijinkan untuk
didistribusikan dengan lisensi yang sama seperti software asalnya
4. Untuk menjaga
integritas source code milik penulis software asal, lisensi
software tersebut dapat melarang pendistribusian source code yang
termodifikasi, dengan syarat, lisensi itu mengijinkan pendistribusian file-file
patch (potongan file untuk memodifikasi sebuah source code) yang
bertujuan memodifikasi program tersebut dengan source code asal
tersebut. Dengan begitu, pihak lain dapat memperoleh software yang telah
dimodifikasi dengan cara mem-patch (merakit) source code asal
sebelum mengkompilasi. Lisensi itu secara eksplisit harus memperbolehkan
pendistribusian software yang dibuat dari source code yang telah
dimodifikasi. Lisensi tersebut mungkin memerlukan hasil kerja modifikasi untuk
menyandang nama atau versi yang berbeda dari software asal.
5.
Lisensi tersebut tidak diperbolehkan menciptakan
diskriminasi terhadap orang secara individu atau kelompok.
6.
Lisensi tersebut tidak boleh membatasi seseorang dari
menggunakan program itu dalam suatu bidang pemberdayaan tertentu. Sebagai
contoh, tidak ada pembatasan program tersebut terhadap penggunaan dalam bidang
bisnis, atau terhadap pemanfaatan dalam bidang riset genetik.
7.
Hak-hak yang dicantumkan pada program tersebut harus
dapat diterapkan pada semua yang menerima tanpa perlu dikeluarkannya lisensi
tambahan oleh pihak-pihak tersebut.
8.
Lisensi tersebut tidak diperbolehkan bersifat
spesifik terhadap suatu produk. Hak-hak yang tercantum pada suatu program tidak
boleh tergantung pada apakah program tersebut merupakan bagian dari satu
distribusi software tertentu atau tidak. Sekalipun program diambil dari
distribusi tersebut dan digunakan atau didistribusikan selaras dengan lisensi
program itu, semua pihak yang menerima harus memiliki hak yang sama seperti
yang diberikan pada pendistribusian software asal.
9.
Lisensi tersebut tidak diperbolehkan membatasi software
lain. Sebagai contoh, lisensi itu tidak boleh memaksakan bahwa program lain
yang didistribusikan pada media yang sama harus bersifat open source atau
sebuah software compiler yang bersifat open source tidak boleh
melarang produk software yang dihasilkan dengan compiler tersebut
untuk didistribusikan kembali.
Lisensi-lisensi
yang telah disertifikasi oleh Open Source Organization ini antara lain GNU
General Public License (GPL) (juga dikenal sebagai “Copyleft”), GNU Library
General Public License (LGPL), dan Sun Public License. Daftar selengkapnya
dapat dilihat di: http://www.opensource.org/licenses.
GNU GPL dan GNU
LGPL adalah lisensi yang dibuÿÿ oÿÿh The ÿÿÿÿ Sofÿÿarÿÿÿÿundatiÿÿ. Liseÿÿi
inÿÿpula yÿÿÿÿÿÿgunakan oleh sÿÿÿÿarÿÿÿÿnux pada umumnya. Kata “free” dalam
lisensi ini merujuk pada hal "kebebasan", bukan pada hal
“uang”. Dengan kata lain, “free” dalam hal ini berarti “bebas” bukan “gratis”,
seperti yang tertulis dalam pembukaan lisensi tersebut diatas.
Berikut adalah
cuplikan dari pembukaan GNU GPL yang dapat dikatakan merupakan rangkuman dari
keseluruhan lisensi tersebut.
“Ketika kita berbicara tentang perangkat lunak
bebas, kita mengacu kepada kebebasan, bukan harga. Lisensi Publik Umum kami
dirancang untuk menjamin bahwa Anda memiliki kebebasan untuk mendistribusikan
salinan dari perangkat lunak bebas (dan memberi harga untuk jasa tersebut jika
Anda mau), mendapatkan source code atau bisa mendapatkannya jika Anda
mau, mengubah suatu perangkat lunak atau menggunakan bagian dari perangkat
lunak tersebut dalam suatu program baru yang juga bebas; dan mengetahui bahwa
Anda dapat melakukan semua hal ini.”
Bagian Pertama
Fungsi dan Sifat Hak Cipta
Pasal 2
(1) Hak
Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul
secara otomatis setelah suatu ciptaan
dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.
(2) Pencipta
dan/atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang
orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan
Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.
Bagian
Keempat
Ciptaan
yang Dilindungi
Pasal 12
(1) Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang
dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan,
seni, dan sastra, yang mencakup:
a.
buku,
Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil
karya tulis lain;
b. ceramah, kuliah,
pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
c. alat peraga yang
dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; d. lagu atau musik
dengan atau tanpa teks;
e. drama atau drama
musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
f.
seni
rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi,
seni pahat,
seni patung, kolase, dan seni terapan;
g. arsitektur;
h peta
i. seni batik;
j. photografi
k. sinematografi
l. terjemahan, tafsir,
saduran, bunga rampai, database, dan
karya lain dari hasil pengaliwujudan.
Bagian Kelima
Pembatasan
Hak Cipta
Pasal 14
Tidak dianggap sebagai
pelanggaran Hak Cipta:
a. Pengumuman
dan/atau Perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli;
b. Pengumuman
dan/atau Perbanyakan segala sesuatu yang diumumkan dan/atau diperbanyak oleh atau atas nama Pemerintah, kecuali apabila Hak
Cipta itu dinyatakan dilindungi, baik dengan peraturan
perundang-undangan maupun dengan pernyataan pada Ciptaan itu sendiri atau
ketika Ciptaan itu diumumkan dan/atau diperbanyak; atau
c. Pengambilan
berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis
lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan
secara lengkap.
Pasal 15
Dengan syarat
bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a. penggunaan Ciptaan pihak lain untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
dengan tidak merugikan kepentingan
yang wajar dari Pencipta;
b.
pengambilan Ciptaan pihak lain, baik
seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar
Pengadilan;
c.
pengambilan Ciptaan pihak lain, baik
seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:
(i) ceramah yang
semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
(ii) pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut
bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
d. Perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para
tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial;
e. Perbanyakan suatu
Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan
umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial
semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
f. perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan
pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan;
g.
pembuatan salinan cadangan suatu
Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk
digunakan sendiri.
Pasal 16
(1) Untuk kepentingan pendidikan, ilmu
pengetahuan, serta kegiatan penelitian dan
pengembangan, terhadap Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra,
Menteri setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta dapat:
a. mewajibkan Pemegang Hak Cipta untuk
melaksanakan sendiri penerjemahan dan/atau Perbanyakan Ciptaan tersebut di
wilayah Negara Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan;
b.
mewajibkan Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan untuk memberikan izin kepada pihak lain untuk
menerjemahkan dan/atau memperbanyak Ciptaan tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia dalam waktu
yang ditentukan dalam hal Pemegang Hak Cipta
yang bersangkutan tidak melaksanakan sendiri atau melaksanakan sendiri kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
c. menunjuk pihak lain untuk melakukan
penerjemahan dan/atau Perbanyakan Ciptaan tersebut dalam hal Pemegang Hak Cipta
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
(2)
Kewajiban untuk menerjemahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan
setelah lewat jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya Ciptaan di
bidang ilmu pengetahuan dan sastra selama karya tersebut belum pernah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
(3)
Kewajiban untuk memperbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan setelah lewat jangka
waktu:
a.
3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya buku di bidang matematika dan ilmu
pengetahuan alam dan buku itu belum pernah
diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia
b.
5 (lima) tahun sejak diterbitkannya buku di bidang ilmu sosial dan buku itu
belum pernah
diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia;
c. 7
(tujuh) tahun sejak diumumkannya buku di bidang seni dan sastra dan buku itu
belum pernah
diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia
(4)
Penerjemahan atau Perbanyakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
digunakan untuk pemakaian di dalam wilayah Negara Republik Indonesia dan tidak
untuk diekspor
ke wilayah Negara lain.
(5)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c
disertai pemberian
imbalan yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(6) Ketentuan tentang tata cara pengajuan
Permohonan untuk menerjemahkan dan/atau memperbanyak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
Bagian Kedelapan
Sarana Kontrol Teknologi
Pasal 27
Kecuali atas izin Pencipta,
sarana kontrol teknologi sebagai pengaman hak Pencipta tidak diperbolehkan
dirusak, ditiadakan, atau dibuat tidak berfungsi
.
Pasal 28
(1) Ciptaan-ciptaan yang menggunakan sarana produksi
berteknologi tinggi, khususnya di bidang cakram optik (optical disc), wajib memenuhi
semua peraturan perizinan dan persyaratan produksi yang ditetapkan oleh
instansi yang berwenang.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
sarana produksi berteknologi tinggi yang memproduksi cakram optik sebagaimana diatur pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
BAB III
MASA BERLAKU HAK CIPTA
Pasal 29
(1) Hak Cipta atas
Ciptaan:
a.
buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lain;
b. drama atau drama
musikal, tari, koreografi;
c. segala bentuk seni
rupa, seperti seni lukis, seni pahat, dan seni patung;
d.
seni batik;
e.
lagu atau musik dengan atau tanpa teks; f. arsitektur;
g. ceramah, kuliah,
pidato dan Ciptaan sejenis lain;
h.
alat peraga;
i.
peta;
j.
terjemahan, tafsir, saduran, dan bunga rampai berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung
hingga50 (lima puluh) tahun setelah
Pencipta meninggal dunia.
(2)
Untuk Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dimiliki oleh 2 (dua)
orang atau lebih,
Hak Cipta berlaku selama hidup Pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan
berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun sesudahnya.
Pasal 30
(1) Hak Cipta atas
Ciptaan:
a. Program Komputer;
b.
sinematografi;
c.
fotografi;
d. database; dan
e.
karya hasil pengalihwujudan,
berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan
(2) Hak Cipta atas perwajahan karya tulis yang
diterbitkan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun
sejak pertama kali diterbitkan.
(3) Hak Cipta atas
Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pasal ini serta Pasal
29 ayat (1) yang dimiliki atau dipegang oleh suatu badan hukum berlaku selama
50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali
diumumkan.
BAB V LISENSI
Pasal 45
(1)
Pemegang Hak Cipta berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan
surat perjanjian lisensi
untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2) Kecuali
diperjanjikan lain, lingkup Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
semua
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berlangsung selama jangka waktu Lisensi diberikan
dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
(3) Kecuali diperjanjikan lain, pelaksanaan
perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disertai dengan kewajiban
pemberian royalti kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi.
(4) Jumlah royalti yang
wajib dibayarkan kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi adalah
berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan
organisasi profesi.
Pasal 46
Kecuali
diperjanjikan lain, Pemegang Hak Cipta tetap boleh melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi
kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
Pasal 47
(1) Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan
yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat
ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Agar dapat mempunyai akibat hukum terhadap
pihak ketiga, perjanjian Lisensi wajib dicatatkan
di Direktorat Jenderal.
(3)
Direktorat Jenderal wajib menolak pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Ketentuan lebih
lanjut mengenai pencatatan perjanjian Lisensi diatur dengan Keputusan Presiden.
BAB XIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 72
(1) Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49
ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda
paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Barangsiapa
dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang
hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa
hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial
suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(4) Barangsiapa
dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(5) Barangsiapa dengan sengaja
melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah).
(6) Barangsiapa dengan sengaja dan
tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah).
(7) Barangsiapa dengan sengaja dan
tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh
juta rupiah).
(8) Barangsiapa dengan sengaja dan
tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah).
(9) Barangsiapa dengan sengaja
melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus
juta rupiah).